Hari Kesehatan Lingkungan Sedunia diperingati pada tanggal 26 September yang akan datang bertemakan "Strengthening Environmental Health Systems for the Implementation of the Sustainable Development Goals". Pencegahan terhadap food-borne diseases merupakan bagian dari upaya kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat yang harus dioptimalkan untuk mendukung tercapainya Sustainable Development Goals.
Makanan menjadi salah satu sumber penularan penyakit. WHO menyebutkan bahwa lebih dari 200 penyakit disebabkan konsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri, virus, parasit, atau zat kimia seperti logam berat. Masalah kesehatan masyarakat yang berkembang karena penyakit yang ditularkan oleh makanan ini berkontribusi secara signifikan terhadap beban penyakit dan kematian global.
RSUI adalah Rumah Sakit Pendidikan Tinggi Negeri (RSPTN) yang memiliki konsep Green Hospital. Konsep ini menjadikan RSUI berperan dalam mewujudkan peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar RSUI salah satunya dengan mengadakan pelatihan pengembangan masyarakat yaitu penyuluhan tentang Higiene Sanitasi Pangan.
Kegiatan penyuluhan ini bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Depok dan Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Acara ini dilaksanakan di Ruang Auditorium Gedung Administrasi RSUI. Melalui penyuluhan ini kami berharap dapat meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku para pedagang makanan di sekitar Depok menjadi lebih baik dalam proses memasak hingga menyajikan makanan ke konsumen.
Dr. drg. Ririn Arminsih Wulandari, M.Kes, Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan FKM UI menjelaskan food borne disease atau penyakit bawaan makanan perlu menjadi perhatian bersama.
“Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Sementara, sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsi kepada konsumen” paparnya.
Terdapat 3 (tiga) prinsip sanitasi makanan, yaitu diantaranya 1) faktor fisik, yang terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara dan temperatur yang kurang baik; 2) faktor kimia, yaitu adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, seperti obat penyemprotan hama; 3) faktor mikrobiologi, yang disebabkan oleh adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
Bu Ririn memberikan beberapa contoh upaya pencegahan terjadinya kontaminasi makanan, yaitu 1) harus ada pemisahan letak penyimpanan bahan baku dengan produk yang selesai diolah; 2) kamar kecil harus dibangun jauh dari tempat pengelolaan bahan pangan dan harus dilengkapi dengan alat-alat pencuci tangan dengan sabun disinfektan; 3) lantai, dinding, dan meja harus dari bahan yang mudah dibersihkan, berventilasi, penerangan baik, atap dan dinding yang bersih; 4) tempat pembuangan sampah jauh dari pabrik; 5) menjaga kebersihan tempat pengelolaan dan kebersihan alat-alat; 6) suhu penyimpanan bahan makanan yang baik adalah dibawah 4oC atau di atas 60oC; 7) bahan pangan yang mudah rusak, seperti buah, sayur, dan bahan pangan segar harus dimasukkan ke dalam lemari es. Bahan pangan segar (daging, ayam, dan lain-lain) harus ditaruh di freezer. Sayur dan buah cukup di dalam kulkas; 8) makanan yang telah diolah sebaiknya langsung dimakan dalam waktu 1-2 jam setelah masak; 9) bahan-bahan yang telah dibekukan harus segera dimasak setelah dicairkan (thawing) dan jangan dibiarkan dalam keadaan cair untuk jangka waktu yang lama; 10) jangan beli makanan atau minuman kemasan yang kemasannya sudak agak penyok, bengkak, atau sekedar terbuka; dan 10) konsep first in first out harus diterapkan dalam penyimpanan berdasarkan tanggal kadaluarsa dan keperluan dalam penggunaan proses pengolahan.
Yulia Fitria Ningrum, SKM, MKM, Sanitarian Muda Dinas Kesehatan Kota Depok menyebutkan bahwa lebih dari 200 penyakit ditularkan melalui makanan. Berdasarkan data distribusi KLB keracunan pangan tahun 2020, Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat kedua kasus KLB keracunan pangan terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 1164 kasus. Catering dan jasa boga menjadi sektor terbanyak (34%) yang mengalami keracunan pangan. Proses distribusi dan kuantitas yang besar pada katering membuat waktu penyimpanan pangan siap saji sangat lama menjadi salah satu risikonya.
“Terdapat lima isu keamanan pangan, yaitu higiene sanitasi, pemakaian bahan tambahan pangan berbahaya, keracunan pangan, cemaran (fisik, kimia, biologi dan allergen), serta pemakaian gula, garam dan lemak berlebih” ungkapnya.
Tiga pilar tanggung jawab keamanan pangan yang pertama yaitu pemerintah, bertanggung jawab dalam menyusun standar dan persyaratan, serta menilai terpenuhinya standar dan persyaratan yang ditetapkan. Kedua, pengusaha/PJ produksi, bertanggung jawab menyusun standar dan prosedur kerja, cara produksi yang baik dan aman, serta mengawasi proses kerja yang menjamin. Ketiga, masyarakat/konsumen, berperan dalam memilih dan menggunakan sarana TPP yang memenuhi syarat higiene sanitasi, serta melaporkan kasus, keracunan atau gangguan kesehatan lain akibat makanan.
Pedoman higiene sanitasi sentra pangan jajanan/kantin atau sejenisnya yang aman dan sehat dari standar Kementerian Kesehatan RI. Terkait persyaratan khusus/teknis, penjamah pangan dan pelaku usaha harus memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan Formulir Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL), mendapatkan penyuluhan keamanan pangan siap saji, serta pengelolaan pangan olahan siap saji harus menerapkan prinsip higiene sanitasi pangan.
“Meningkatkan kesadaran dan kemampuan dalam menerapkan pangan aman dan sehat sebagai konsumen dan pelaku usaha, membuat data based pangan olahan siap saji untuk kemudahan pembinaan keamanan pangan dan kewirausahaan, kolaborasi berbagai perangkat daerah dan Penta Helix untuk meningkatkan keamanan pangan dan naik kelas dalam berwirausaha, serta meningkatkan sertifikasi dan stikerisasi TPP dan IRTP. Hal ini perlu diwujudkan untuk membagun Kota Depok sebagai Kota Pangan Aman dan Sehat” tutupnya di akhir sesi.
Seminar penyuluhan ini dihadiri oleh 50 orang peserta yang terdiri dari pedagang kantin di RSUI dan fakultas-fakultas UI, penjamah makanan di dapur gizi RSUI, dan pedagang makanan lainnya di sekitar Depok. Para peserta sangat antusias dalam menyaksikan pemaparan dan diskusi dengan narasumber dan moderator.
Salah satu peserta penyuluhan yaitu Bapak Tirta yang menjadi perwakilan dari tenant Chicken Katsu Supriyatno Kantin FIB UI, memberikan kesan dan pesan terhadap acara ini, “Acara yang bermanfaat, kolaborasi yang baik dari pemerintah, pengusaha dan fasilitator dari akademisi, saran kedepan mungkin jika ada proses keberlanjutan akan baik jika kami diberikan pendampingan.”
RSUI berharap kegiatan penyuluhan higiene sanitasi pangan ini dapat dilaksanakan secara berkala dan berkembang menjadi bentuk pelatihan sebagai salah satu upaya promotif dan preventif kepada masyarakat luas, khususnya pedagang makanan.
Seminar penyuluhan ini juga ditayangkan melalu kanal Youtube Rumah Sakit Universitas Indonesia