(021) 50829292 (IGD) (021) 50829282 Pencarian

Seminar Awam Bicara Sehat: Kenali Gejala Gangguan Saraf pada COVID-19

Berdasarkan beberapa penelitian, infeksi virus corona tidak hanya menyerang saluran pernapasan, tapi juga dapat berdampak negatif terhadap saraf dan otak. Sebuah penelitian di Meksiko menunjukkan dari 370 pasien yang dirawat, sekitar 20% mengalami gejala neurologis seperti sakit kepala, anosmia, ageusia dan gangguan neurologis lainnya. Selain itu, penelitian dari Oxford menunjukkan dari 236.379 pasien yang didiagnosis COVID-19, sebanyak 33,62% nya mengalami gangguan neurologis dan psikiatris dalam 6 bulan setelahnya.

Diharapkan melalui penyelenggaraan Bicara Sehat ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait gangguan saraf akibat COVID-19 serta penanganannya. Seminar kali ini juga dilaksanakan dalam rangka diseminasi hasil penelitian dengan tema “Keterlibatan Sistem Saraf dalam Infeksi COVID-19” dari Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Seminar ini dimoderatori oleh Lilien Berliana, S.Tr.Ft yang merupakan fisioterapis neurorestorasi di RSUI.

Narasumber pertama yaitu dr. Ramdinal Aviesena Zairinal, Sp.S yakni sebagai dokter spesialis saraf sekaligus Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUI. Dokter Sena membawakan materi dengan tema “Gangguan Saraf saat Terkena COVID-19”.

Dalam paparanya Dokter Sena menjelaskan mekanisme bagaimana virus corona dapat mengenai saraf. Terdapat dua cara virus mengenai saraf yaitu secara langsung dan tidak langsung.

“Secara langsung, yaitu virus yang berada pada ujung-ujung saraf, misalnya saraf pada hidung, lidah, paru-paru, usus, lalu ke otak. Pada jalur yang tidak langsung, saraf bisa terkena akibat respon tubuh melawan virus, virus di dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh dan bisa masuk ke otak” paparnya.

Dokter Sena dan tim telah melakukan penelitian terkait gangguan saraf pada penderita COVID-19 di RSUI dan RSCM. Dari 227 pasien, terdapat beberapa pasien yang mengalami gangguan saraf, diantaranya penurunan kesadaran (59 kasus), stroke (58 kasus), pingsan (46 kasus), kejang (28 kasus), sakit kepala (22 kasus), infeksi otak (16 kasus), serta gangguan penciuman/pengecapan (8 kasus). Dengan angka kematian selama perawatan di rumah sakit sebesar 48,5% (110 dari 227). Di rumah sakit karena didominasi oleh pasien yang bergejala berat, maka kebanyakan juga memiliki gangguan saraf yang berat.

Pada kondisi awal, gangguan saraf bisa berupa sakit kepala, gangguan penciuman dan pengecapan. Sementara pada kondisi lanjut, gangguan saraf bisa berupa stroke, penurunan kesadaran dan kejang. Oleh karena itu penting sekali untuk segera memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah komplikasi yang lebih parah.

Narasumber kedua yaitu dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S(K) yakni sebagai dokter spesialis saraf RSUI. Dokter Pukovisa membawakan materi dengan tema “Waspada Masalah Lupa, Pikun, dan Perilaku Aneh Setelah Sembuh dari COVID-19”.

Dokter Pukovisa mengatakan bahwa salah satu gejala COVID-19 pada sistem saraf adalah penurunan fungsi kognitif, perilaku: “orang yang berbeda”. Beberapa fungsi kognitif diantaranya kemampuan untuk 1) berkonsentrasi, berpikir, dan berencana, 2) kemampuan Bahasa, 3) pengenalan, orientasi, daya bayang ruang, serta 4) kemampuan memori dan keterampilan baru. Penurunan fungsi kognitif banyak terjadi pada pasien pasca COVID-19.

“Terdapat gejala dini pikun/demensia yang disingkat oleh Dokter Pukovisa menjadi LALILULELO, yaitu Labil (sering labil emosi/pendiriannya), Linglung, Lupa, Lemot (pikiran melamban), dan Logika berpikir menurun. Bila menemukan 1 dari 5 gejala ini, segera lakukan pemeriksaan ke dokter” jelasnya.

Dokter Pukovisa juga merekomendasikan MCU pasca COVID-19 bagi yang merasa mengalami gangguan kognitif pasca COVID-19 diantaranya berupa 1) pemeriksaan fisik menyeluruh terutama tekanan darah, sistem pernapasan, indeks massa tubuh, jantung pembuluh darah dan pencernaan, 2) skrining keluhan saraf, 3) skrining kognitif, 4) pemantauan risiko otak sehat 442, dan 5) pemeriksaan darah dan radiologi jika dibutuhkan. Masyarakat tidak perlu khawatir dan cemas berlebihan. Ahli akan membantu menyusun program sesuai dengan masalah kognitif yang ada. Memperbanyak interaksi sosial dan menyusuk aktivitas produktif terjadwal dapat membantu mengatasi gangguan kognitif yang dialami.

“Masyarakat yang ingin melakukan skrining deteksi dini demensia, bisa mendownload aplikasi EMS (e-Memory Screening). Aplikasi ini dibuat oleh Persatuan Dokter Spesialis Saraf Seluruh Indonesia. Tiga fitur utama pada aplikasi ini, diantaranya artikel demensia, AD8-INA skrining, dan daftar rumah sakit serta dokter spesialis neurologi terdeka” ujarnya.

Tidak hanya akibat COVID-19, beberapa hal juga dapat menjadi faktor risiko gangguan kognitif, diantaranya kurang berolahraga, makan makanan yang tidak bergizi seimbang, mengonsumsi alkohol dan merokok, memiliki masalah medis yang sudah ada sebelumnya terutama yang berhubungan dengan otak, diabetes, kelainan pembuluh darah, kolesterol tinggi, serta tekanan darah tinggi.

 Antusiasme masyarakat cukup tinggi terhadap kegiatan ini, dengan jumlah peserta sebanyak 580 orang. Banyak peserta yang mengajukan pertanyaan seputar tema yang tengah dibahas. RSUI berharap kegiatan Seminar Awam Bicara Sehat Virtual ini dapat terus hadir sebagai salah satu upaya promotif dan preventif kepada masyarakat luas. Untuk mendapatkan informasi terkait pelaksanaan seminar Bicara Sehat selanjutnya dapat dipantau melalui media sosial RSUI.

Siaran ulang dari seminar awam ini dapat juga disaksikan di channel Youtube RSUI klik disini

Sampai bertemu kembali di ajang berikutnya!

Lampiran Berita Terkait: