RSUI kembali menggelar rangkaian seminar awam dengan tajuk utama: “Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental Anak saat Isolasi Mandiri”. Seminar ini diselenggarakan spesial memperingati hari anak nasional, yang diperingati tanggal 23 Juli setiap tahunnya. Pada tahun ini, hari anak nasional mengusung tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”.
Per tanggal 18 Juni 2021, data Ikatan Dokter Anak Indonesia menunjukkan proporsi kasus terkonfirmasi COVID-19 pada anak usia 0-18 tahun mencapai 12,5% dari total kasus yang terjadi di Indonesia, atau singkatnya 1 dari 8 kasus terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia adalah anak-anak. Angka case fatality rate COVID-19 pada anak di Indonesia juga telah mencapai 3-5%, dan ini merupakan angka kematian anak terbanyak di dunia. Anak yang terkonfirmasi COVID-19 dan sedang menjalani isolasi mandiri perlu mendapatkan pemantauan, baik dari segi fisik maupun mental. Anak-anak yang biasanya dapat bermain bebas dengan teman-temannya terpaksa harus melakukan isolasi mandiri, dikhawatirkan ini dapat menimbulkan trauma tersendiri bagi anak maupun kecemasan bagi orangtua.
Diharapkan melalui penyelenggaraan Bicara Sehat ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya para orangtua terkait kiat-kiat menjaga kesehatan fisik dan mental anak selama isolasi mandiri di era pandemi COVID-19. Seminar ini dimoderatori oleh Ns. Raudha Ilmi Farid, S.Kep yang merupakan seorang perawat di RSUI.
Narasumber pertama yaitu dr. Fahreza Aditya Neldy, Sp.A yakni sebagai dokter spesialis anak RSUI. Dokter Fahreza membawakan materi dengan tema “Do and Don’t Isolasi Mandiri pada Anak”. Dokter Fahreza menjelaskan bahwa seperti pada orang dewasa, derajat COVID pada anak juga dibagi menjadi empat kategori yaitu tidak bergejala, gejala ringan, gejala sedang, dan gejala berat. Pada anak yang tidak bergejala atau gejala ringandapat melakukan isolasi mandiri di rumah, sementara anak dengan gejala sedang dan berat tidak boleh melakukan isolasi mandiri dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Dokter Fahreza memberikan beberapa tips kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada saat anak melakukan isolasi mandiri:
(1) Tetap berpikir positif, jangan terlalu fokus pada hal-hal buruk.
(2) Isolasi mandiri pada anak tanpa gejala atau gejala ringan harus dilakukan untuk memutus rantai penularan, orangtua dihimbau untuk tidak meminta anaknya dirawat di rumah sakit, jika anaknya termasuk dalam COVID yang tidak bergejala atau bergejala ringan, agar ruang rawat di rumah sakit dapat tersedia untuk anak yang lebih membutuhkan. Sementara pada anak dengan gejala sedang atau berat harus segera dibawa ke rumah sakit.
(3) Saat terkonfirmasi COVID-19, segera hubungi faskes terdekat, jangan merahasiakan keadaan dan menanggung situasi sendirian. Penyakit COVID-19 ini bukanlah penyakit kutukan, kita harus menghilangkan stigma negatif.
(4) Tentukan caregiver atau orang yang merawat anak. Idealnya adalah orang dewasa yang tidak bergejala atau bergejala ringan, dan lebih baik lagi adalah orang tua anak tersebut. Namun jika tidak memungkinkan, dapat juga dirawat oleh orang dewasa muda yang sehat atau tanpa komorbid. Anak sebaiknya tidak dirawat oleh lansia atau orang dengan komorbid.
(5) Persiapkan alat yang dibutuhkan untuk pemantauan diri, jangan membeli alat-alat yang tidak dibutuhkan. Beberapa alat dan barang yang dibutuhkan diantaranya termometer, oksimeter (pastikan daya terisi dengan baik untuk mencegah kesalahan pengukuran), sabun cuci tangan, masker medis, masker kain (untuk lebih memaksimalkan penyaringan), sarung tangan, serta tempat sampah khusus. Selain itu yang penting untuk dipersiapkan juga adalah obat-obatan seperti obat demam, multivitamin terutama vitamin C dan D, serta zinc. Terkait dosis dari obat dan multivitamin tersebut, orangtua dapat berkonsultasi dengan dokter yang memantau.
(6) Siapkan zonasi pemisahan di rumah, yang dapat dibagi menjadi zona hijau (kamar tidur anggota keluarga yang sehat), zona kuning (tempat yang dipakai bersama), dan zona merah (tempat tidur orang yang sakit). Saat ingin berpindah zona gunakan masker. Saat berada di zona merah, orang yang sakit boleh membuka masker. Pastikan kamar tidur memiliki sirkulasi udara yang baik dan dapat dimasuki oleh cahaya matahari. Bila keadaan rumah tidak memungkinkan dengan adanya zonasi ini, paling tidak pertahankan jarak 1-2 meter dari orang yang sakit.
(7) Lakukan pembiasaan perilaku baru kepada anak diantaranya untuk menggunakan masker (masker tidak akan menganggu fungsi respirasi pada pasien yang tidak bergejala taua bergejala ringan), rajin mencuci tangan, dan menerapkan etika batuk. Orangtua juga sebaiknya mulai melakukan disinfeksi rumah secara berkala, terutama pada bagian knop pintu dan meja. Orangtua juga sebaiknya tidak memeluk atau mencium anak.
(8) Terapkan protokol kesehatan isolasi mandiri, cek suhu tubuh dan saturasi oksigen secara berkala, serta konsumsi makanan bergizi seimbang. Jika sekitar 1-2 hari anak kurang nafsu makan, orangtua harus tetap tenang karena hal itu wajar. Jika anak mengalami gejala yang persisten selama 7 hari, segera bawa ke rumah sakit. Orangtua juga harus memikirkan kasus yang mungkin terjadi yang juga berbahaya, misalnya demam berdarah dengue.
(9) Pertahankan aktivitas fisik sehari-hari, ajak anak berjemur atau bermain di pekarangan rumah. Jika tidak ada pekarangan, orangtua bisa mengajak anak bermanin games di dalam rumah.
(10) Waspada tanda bahaya pada anak, beberapa diantaranya seperti anak banyak tidur, napas cepat, ada cekungan di dada, hidung kembang kempis, saturasi oksigen <95%, mata merah, ruam, leher bengkak, demam lebih dari 7 hari, kejang, tidak bisa makan dan minum, mata cekung, BAK berkurang, serta terjadi penurunan kesadaran, Jika terjadi tanda bahaya tersebut, segera bawa ke rumah sakit.
(11) Pisahkan limbah infeksi dengan limbah rumah tangga. Usahakan beri tanda pada limbah infeksi agar tidak menulari petugas pembuangan sampah.
(12) Isolasi mandiri dapat diakhiri setelah 10-14 hari ditambah 3 hari bebas gejala. Hati-hati bila dalam sekitar 4 pekan setelah COVID muncul demam, ruam, muntah, dan diare, mungkin terjadi peradangan pasca COVID (namun hal ini sangat jarang terjadi), segara berkonsultasi ke dokter. Tetap patuhi protokol kesehatan walaupun telah sembuh dari COVID-19.
Diakhir, Dokter Fahresa memberikan pesan jika kita tidak terinfeksi COVID-19, kita bisa membantu orang-orang yang sedang isolasi mandiri, dengan memberikan makanan, bahan dapur, mainan, serta doa. Tidak perlu merasa sedih dengan 14 hari melakukan isolasi mandiri, dalam satu tahun ada 365 hari, masih banyak hari-hari lain yang bisa kita jalani dengan melakukan hal-hal terbaik.
Narasumber kedua yaitu dr. Kristiane Siahaan, Sp.KJ yang merupakan dokter spesialis kedokteran jiwa di RSUI. Dokter Ane membawakan materi dengan tema “Menjaga Kesehatan Mental Anak dan Orangtua saat Isolasi Mandiri”. Dokter Ane mengawali materi dengan menjelaskan bagaimana situasi pandemi COVID-19 di Indonesia saat ini. Saat ini yang terinfeksi bertambah banyak, makin banyak orang yang kita kenal terinfeksi virus ini, begitu pula dengan berita duka cita. Beberapa orang mengalami kesulitan untuk mencari tempat perawatan di rumah sakit, selain itu saat ini muncul virus jenis baru yang membuat gejala menjadi lebih berat. Keadaan ini membuat banyak orang merasa cemas, bahkan ada yang sampai depresi dan trauma. Dokter Ane menyebutkan sebuah hasil penelitian tentang kesehatan jiwa saat pandemi, yang mana masalah ini paling banyak terjadi pada perempuan (71%).
Dokter Ane menjelaskan beberapa definisi dari kesehatan mental, yaitu diantaranya adalah suatu kondisi dimana individu dapat menerima kenyataan yang baik ataupun yang buruk, bebas dari rasa tegang dan cemas, serta dapat mengambil hikmah dari kejadian yang buruk. Dokter Ane juga memberikan beberapa tips yang dapat kita lakukan untuk dapat merasa nyaman dengan kondisi saat ini, diantaranya kenali diri kita untuk mengetahui apa sebenarnya yang dapat kita lakukan untuk mengatasi hal ini, setelah itu kita bisa mulai untuk mencari pikiran alternatif, misalnya kita membayangkan kondisi kita akan memburuk, kita bisa atasi dengan mulai berpikir bahwa saya sudah melakukan protokol kesehatan dengan baik, sudah makan sehat, sudah melakukan pemantauan teratur, dengan memikirkan alternatif tersebut kita dapat menjadi lebih tenang dan optimis.
Kesehatan mental anak yang melakukan isolasi mandiri juga dapat berdampak. Anak dapat merasa bosan dan tidak nyaman dengan diri sendiri. Untuk mengatasi masalah ini, Dokter Ane menyarankan agar orang tua bias menyusun kegiatan yang menyenangkan bagi anak di rumah, fasilitasi anak untuk melakukan video call dengan teman atau saudara-saudaranya, atau mengajak anak untuk bermain game online (namun tetap harus batasi waktu penggunaannya).
Dokter Ane mengatakan bahwa biasanya anak yang mengalami gangguan kesehatan mental ini lebih banyak terjadi pada anak yang telah masuk usia remaja. Pada fase remaja anak sangat ingin mendapatkan pengakuan dari teman-temannya serta memiliki banyak teman. Sehingga saat diminta untuk isolasi mandiri, tentunya anak tidak nyaman. Orang tua dapat melakukan pendekatan ke anak dan ajak anak untuk bercerita tentang perasaannya.
Beberapa tips yang Dokter Ane berikan untuk menjaga kesehatan mental anak dan orangtua saat isolasi mandiri diantaranya 1) Lakukan pemantauan secukupnya (suhu tubuh, saturasi oksigen, laju napas, frekuensi nadi), 2) Berikan waktu untuk bicara dengan anak, 3) Tetap terhubung dengan orang lain (keluarga, kerabat, teman), 4) Membatasi informasi agar tidak merasa cemas berlebih, 5) Lakukan relaksasi atau meditasi, 6) Jika perlu lakukan konsultasi online, 7) Berusaha untuk teap tenang dan tidak panic, 8) Mengatur pola makan seimbang dan aktivitas fisik secara teratur, 9) Konsumsi obat dan multivitamin, 10) Istirahat cukup, serta 11) Terapkan protocol kesehatan (gunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menerapkan etika batuk, serta membersihkan rumah secara teratur).
Diakhir Dokter Ane memberikan pesan, “Perasaan cemas hingga frustasi adalah kondisi yang normal. Setelah kita kenali, maka kita bisa mengomunikasikan dengan orang lain. Bila tidak dapat mengatasinya, jangan ragu minta bantuan professional”.
Antusias masyarakat cukup tinggi terhadap kegiatan ini, dengan jumlah peserta sebanyak 200 orang. Banyak peserta yang mengajukan pertanyaan seputar tema yang tengah dibahas. RSUI berharap kegiatan Seminar Awam Bicara Sehat Virtual ini dapat terus hadir sebagai salah satu upaya promotif dan preventif kepada masyarakat luas. Untuk mendapatkan informasi terkait pelaksanaan seminar Bicara Sehat selanjutnya dapat dipantau melalui media sosial RSUI.
Siaran ulang dari seminar awam ini dapat juga disaksikan di channel Youtube RSUI pada link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=iLSd6-F9luk
Sampai bertemu kembali di ajang berikutnya!