(021) 50829292 (IGD) (021) 50829282 Pencarian

Seminar Bicara Sehat - Kuman di Udara dan Tuberkulosis, Bagaimana Faktanya?

RS Universitas Indonesia (RSUI) kembali menggelar rangkaian seminar awam spesial Hari Tuberkulosis Sedunia dengan tajuk utama: Kuman di Udara dan Tuberkulosis, Bagaimana Faktanya?”. Seminar ini juga dibarengi dengan peresmian Layanan TB Resisten Obat RSUI.

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang paling mematikan yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Di dunia, terdapat lebih dari 4100 orang meninggal dunia dan hampir 30.000 orang tertular penyakit ini pada setiap harinya. TB juga merupakan penyebab utama kematian orang dengan HIV dan kontributor utama resistensi antimikroba. Hanya satu per tiga pasien tuberkulosis Multi Drugs Resistance atau TB MDR atau juga disebut TB Resisten Obat (TB RO) yang dapat mengakses pengobatan. Tahun 2020, Indonesia termasuk delapan negara yang menyumbang 2/3 kasus TBC dari seluruh kasus yang terdapat di dunia, Indonesia menempati posisi kedua setelah India dengan kasus sebanyak 845.000 dengan kematian sebanyak 98.000 atau setara dengan 11 kematian/jam. Walaupun demikian, TB dapat diobati dan dicegah.

Seminar Awam Bicara Sehat ini hadir untuk memberikan pengetahuan dan informasi seputar isu yang diangkat. Seminar ini dimoderatori oleh apt. Sri Wulandah Fitriani, M.Farm yang merupakan Apoteker di RSUI.

Narasumber pertama yaitu Dr. dr. RR. Diah Handayani, Sp.P(K) yakni seorang dokter spesialis paru di RSUI. Dokter Diah membawakan materi dengan tema “Waspada Tuberkulosis Resisten Obat di Masa Pandemi”. Dokter Diah mengawali materi dengan mengenalkan program TB Care Plus yang melibatkan kolaborasi lintas profesi di RSUI. Kasus TB perlu kita waspadai di masa pandemi COVID-19 saat ini. Selama pandemi COVID-19, terjadi penurunan jumlah kasus terdeteksi yang berbanding terbalik dengan data kasus kematian akibat TB. Kasus pandemi COVID-19 menghambat proses tracing dan pemeriksaan TB. TCM (Tes Cepat Molekuler) yang biasanya digunakan untuk pemeriksaan TB, digunakan untuk pemeriksaan COVID-19. Kasus TB yang tidak diobati dapat meningkatkan ancaman kematian dan kejadian TB Resisten Obat (TB-RO).

Selain itu, dokter Diah juga menjelaskan terkait TB Resisten Obat (TB-RO). Dalam sebuah penelitian yang beliau lakukan terhadap 6 pasien TB-RO, hanya 1 pasien yang tidak ada anggota keluarga di rumah yang terinfeksi, hal ini mungkin disebabkan adanya pemisahan ruangan pasien di rumah tersebut. Sementara 5 pasien lainnya, ada lebih dari 50% anggota keluarganya yang terinfeksi TB (karena tidak ada pemisahan ruangan dengan pasien-pasien tersebut) dan bisa menderita penyakit TB-RO jika imunitasnya saat itu sedang turun. Sehingga, risiko penularan TB pada kontak erat meningkat. Berdasarkan data di tahun 2020, faktor risiko TB di Indonesia didominasi oleh kejadian malnutrisi dan kemudian menyusul perilaku merokok. Angka kematian TB di Indonesia yaitu mencapai 200 orang per hari.

Dokter Diah membagikan beberapa tips pencegahan dan pengendalian infeksi TB dan COVID-19 yaitu menerapkan kebersihan tangan, menerapkan etika batuk, memakai masker, menjaga jarak dengan orang yang sehat, serta membatasi aktivitas di luar ruangan. Untuk pasien baru yang mempunyai gejala infeksi saluran napas, dokter Diah mengatakan perlu dilakukan evaluasi ke arah TB maupun COVID-19. Pasien TB yang terdiagnosis COVID-19 dirawat di ruang isolasi COVID-19 tetap mengonsumsi obat TB bersama dengan obat untuk COVID-19. Pasien juga tetap melakukan pengobatan dan kontrol melalui telemedicine. Terutama juga jika pasien dengan komorbid, harus dikendalikan dengan baik. Terakhir, investigasi kontak serumah untuk PCR SARS CoV-2 dan gejala TB dengan TCM juga tak kalah penting agar penyebaran infeksi dapat diminimalisir.

Narasumber kedua yaitu dr. Dimas Seto Prasetyo, Sp.MK(K) yakni seorang dokter spesialis penyakit mikrobiologi klinik di RSUI. Dokter Dimas membawakan materi dengan tema “Kuman di Udara Penyebab Tuberkulosis, Bagaimana Kendalinya?”. Dokter Dimas mengawali materi dengan menjelaskan terkait udara sebagai media transmisi penyakit. Udara secara umum tidak steril karena bisa saja dapat mengandung percik renik yang dihasilkan ketika berbicara/menyanyi/bersin, debu dan spora jamur. Terdapat parameter kontaminan biologi dalam rumah yang mengindikasikan kondisi kualitas biologi udara dalam rumah (Permenkes No.1077 Tahun 2011 terkait Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah), yaitu jamur kadar maksimalnya yaitu 0 CFU/m3, bakteri patogen maksimal 0 CFU/m3, dan kuman yaitu yaitu <700 CFU/m3. Jadi jika di rumah kita ada kuman sebenarnya tidak apa-apa, yang tidak boleh yaitu patogen dan jamur.

Beberapa penyakit yang dapat menular melalui udara diantaranya tuberkulosis, varicella (cacar air), measles (campak), COVID-19 dan virus respiratori lain (misalnya influenza). Dokter Dimas juga menjelaskan perbedaan antara aerosol dan droplet. Dari segi ukuran, aerosol lebih halus dan bisa menyebar lebih jauh dibandingkan droplet. Partikel dengan ukuran besar lebih cepat turun karena gaya gravitasi. Dari partikel aerosol dan droplet, ada kemungkinan jatuh ke bawah, dimana ada beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilannya di lingkungan.

Kemudian, dokter Diman juga menjelaskan terkait bakteri penyebab TB. TB adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui percik renik saat bersin/batuk, berbicara, menyanyi. Karakteristik umum bakteri Mycobacteria yaitu 1) dapat bertahan di benda mati selama berbulan-bulan, jika tidak terpajan sinar matahari, 2) dapat dimatikan dengan pemanasan (M.avium mati dalam pemanasan 60oC selama 4 menit), serta dapat dinonaktifkan dengan desinfektan yang mengandung klorin (misalnya hipoklorit), alkohol, chlorohexidine.

Dokter Dimas juga menjelaskan siklus penularan TB. Dimulai saat bakteri M. tuberculosis yang masuk ke paru-paru, kemudian terjadi respon sel imun makrofag paru-paru yang akan menginaktivasi bakteri, lalu timbul kekebalan primer (ditandai tes Mantoux positif). Namun saat kekebalan turun, bakteri TB dapat kembali aktif, menyebar ke seluruh tubuh.

Dokter Dimas memberikan beberapa langkah pencegahan infeksi TB di rumah, yaitu pasien sebaiknya ditempatkan dalam kamar terpisah, serta menggunakan ruangan yang berbeda dengan penghuni rumah lain (misalnya kamar mandi terpisah), perawat/pengawas minum obat (jika ada) mengenakan masker bedah ketika memasuki kamar pasien, ventilasi kamar pasien dan rumah dijaga baik. Selain itu lakukan pembersihan area yang mungkin terkena percikan droplet pasien TB dengan desinfektan yang sesuai.

Dokter Dimas membagikan beberapa tips menjaga udara di rumah tetap sehat: 1) jika aman, buka pintu dan jendela supaya udara masuk, 2) jika memungkinkan, buka beberapa jendela dan pintu, 3) jika kondisi tidak aman (misalnya risiko anak jatuh, polusi udara tinggi, tercetus asma), jangan buka jendela, 4) pergunakan kipas angin untuk mengarahkan udara ke luar rumah, 5) jika tersedia, gunakan exhaust, dan 6) jika rumah dengan AC sentral dengan filter, pastikan ukuran filter dan bersihkan filter secara rutin.

Antusiasme peserta sangat tinggi, dengan jumlah peserta sebanyak 300 orang, dan juga berbagai pertanyaan yang muncul pada seminar ini, diantaranya pertanyaan mengenai pasien TB yang sedang hamil, apakah dibolehkan untuk mengonsumsi OAT. Dokter Diah mengatakan bahwa ibu hamil sebaiknya jangan takut dan tetap melanjutkan minum obat, karena bahaya bagi janin akibat obat sangat kecil dibandingkan dampak dari penyakit TB yang tidak diobati. Dokter akan memberikan obat yang aman bagi ibu hamil.

Selain itu terdapat pertanyaan yang ditujukan ke dokter Dimas, terkait mana yang lebih efektif antara sinar matahari langsung dan alat sinar UV untuk mensterilisasi udara. Dokter Dimas mengatakan bahwa sinar UV sebenarnya lebih diutamakan untuk fasilitas layanan kesehatan, karena jumlah bakteri disana lebih banyak. Jika di rumah yang bakterinya tidak sebanyak di fasilitas layanan kesehatan, sebenarnya sinar matahari cukup.

Di akhir acara, terdapat sharing session dari Bapak Eko Waluyo yang dulunya merupakan pasien TB Resisten Obat dan saat ini sudah sembuh total. Bapak Eko menceritakan pengalamannya dulu saat mengidap TB-RO yang mana mengalami banyak perubahan fisik seperti berat badan yang menurun drastis dan kulit menghitam. Namun Bapak Eko tetap bersemangat melawan TB dengan mengonsumsi obat tepat waktu sesuai jadwal, mencukupi kebutuhan nutrisi serta rutin kontrol ke dokter. Bapak Eko memberikan motivasi kepada pasien TB yang lain agar tetap semangat dan mematuhi saran-saran dari dokter agar bisa sembuh dari TB.

Bagi Sahabat RSUI yang masih penasaran mengenai keluhan terkait tuberkulosis, dengan senang hati dokter-dokter RSUI akan membantu memberikan saran medis di poli rawat jalan RSUI.

RSUI berharap kegiatan Seminar Awam Bicara Sehat Virtual ini dapat terus hadir sebagai salah satu upaya promotif dan preventif kepada masyarakat luas. Untuk mendapatkan informasi terkait pelaksanaan seminar Bicara Sehat selanjutnya dapat dipantau melalui website dan media sosial RSUI.

Siaran ulang dari seminar awam ini dapat juga disaksikan di channel Youtube RSUI pada link berikut https://youtu.be/4n3c_RTGirE . Sampai bertemu kembali di ajang berikutnya!

Lampiran Berita Terkait: