Seorang laki-laki berusia 67 tahun mengalami stroke lalu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Pasien dirawat hingga membaik kemudian diperbolehkan pulang. Selama di rumah, pasien menjalani perawatan home care karena belum sepenuhnya dapat melakukan kegiatan secara mandiri seperti makan, minum, dan berjalan. Keluarga dan perawat memperhatikan pasien sering mengeluarkan dahak kental kekuningan namun belum bisa batuk untuk mengeluarkan dahak tersebut dan tidak terlihat sesak. Pasien dibawa berobat ke dokter spesialis paru dan diberikan obat pengencer dahak, serta dirujuk ke unit rehabilitasi medis untuk menjalani konsultasi dan latihan fisis. Penanganan ini diharapkan membantu pemulihan stroke terutama gangguan di saluran pernapasan sehingga pasien dapat mengeluarkan dahak dengan benar.
Apa yang Sebenarnya Terjadi pada Pasien?
Gangguan pengeluaran dahak seperti gambaran kasus di atas dapat terjadi pada 6,7 hingga 37,98% penderita stroke. Stroke merupakan kematian sel otak yang terjadi akibat suplai darah ke otak mengalami gangguan karena penyumbatan atau pecah. Kematian sel otak menyebabkan gangguan fungsi persyarafan tubuh seperti lumpuh hingga kematian.
Mengapa Terjadi Produksi Dahak Berlebih pada Penderita Stroke?
Gangguan pengeluaran dahak pada penderita stroke timbul terutama karena proses radang sel dan gangguan fungsi saraf. Kematian sel otak skala selular mengakibatkan proses radang yang memicu respons daya tahan tubuh. Respons tersebut berupa aktivasi sel darah putih yang akan mengeluarkan zat yang dapat merangsang pengeluaran lendir berlebih, tidak hanya di saluran napas tetapi juga di saluran pencernaan.
Kematian sel otak skala organ, khususnya bila yang terdampak, yaitu pusat kendali atau jalur saraf yang berhubungan dengan pernapasan, mengakibatkan penurunan fungsi otot pernapasan, refleks menelan, dan kemampuan saluran napas untuk mengeluarkan dahak secara tidak sadar atau otonom. Hal tersebut mengakibatkan fungsi pernapasan “ikutan lumpuh” dan siklus pernapasan menjadi tidak normal serta kemampuan tubuh mengendalikan produksi dan mengeluarkan lendir menjadi tidak efektif.
Apa yang Terjadi Apabila Kondisi Tersebut Dibiarkan?
Akibat rangkaian kejadian di atas, penderita stroke yang sebagian besar dalam posisi tidur akan mengalami kesulitan untuk mengeluarkan dahak. Hal tersebut mengakibatkan terjadi pengumpulan dahak dan meningkatkan risiko terjadi radang paru atau pneumonia. Komplikasi akibat pneumonia pada penderita stroke cukup berarti, sebesar 30% penderita stroke berisiko mengalami infeksi termasuk pneumonia dan kematian penderita stroke akibat pneumonia mencapai 10%.
Bagaimana Cara Mencegah dan Menangani Kondisi Tersebut?
Kondisi tersebut dapat dicegah dengan cara menjaga higienitas, memastikan kecukupan gizi, melakukan latihan rehabilitasi medis dan memberikan obat-obatan bagi penderita stroke. Higienitas tubuh, mulut, lidah, dan gigi menjadi penting untuk mencegah kuman masuk ke dalam tenggorokan dan saluran napas. Selain mandi dan cuci tangan, penderita stroke perlu dipastikan menggosok gigi dan berkumur rutin dengan atau tanpa bantuan. Kecukupan gizi, selain diperhatikan komposisi zat gizi yang dibutuhkan, juga perlu diperhatikan kemampuan menelan pasien, sehingga dapat ditentukan bentuk dan cara pemberian makanan. Jika kemampuan menelan terbatas, pemberian nutrisi dapat dilakukan melalui selang nasogastrik untuk mencegah saluran napas tersedak oleh makanan.
Latihan rehabilitasi medis dilakukan secara pasif maupun aktif supaya otot pernapasan tetap aktif dan pengeluaran dahak berjalan lancar. Bila diperlukan dapat dilakukan penyedotan (suction) terhadap dahak yang terkumpul di saluran napas. Dapat juga diberikan obat-obatan yang bersifat mengurangi respons radang dan mengendalikan produksi dahak. Hati-hati bahwa efek obat pengendali dahak yang cocok pada pasien stroke yang satu dengan yang lain dapat berbeda. Jangan melakukan pengobatan sendiri, misalnya dengan memberikan obat uap/nebulisasi tanpa berkonsultasi sebelumnya.
Hal-hal tersebut di atas tentunya harus dilakukan dengan pengawasan dan penilaian berkala oleh petugas kesehatan sehingga apabila terjadi penurunan kondisi klinis, dapat segera dilakukan pertolongan yang tepat. Silakan mengunjungi dokter spesialis terkait apabila Anda atau kerabat Anda mengalami stroke dan mengalami produksi dahak yang berlebihan.
Artikel dipublikasikan juga pada Buletin Bicara Sehat Edisi 5, yang dapat di akses melalui (KLIK)
Referensi:
- Guo F, Fan Q, Liu X, Sun D. Patient’s care bundle benefits to prevent stroke associated pneumonia: A meta-analysis with trial sequential analysis. Front Neurol. 2022;13:950662. https://doi.org/https://doi.org/10.3389%2Ffneur.2022.950662
- Murphy SJ, Werring DJ. Stroke: causes and clinical features. Medicine (Baltimore). 2020;48(9):561–6. https://doi.org/10.1016/j.mpmed.2020.06.002
- Xu B, Zhang L, Che Y, Song C, Jiang W, Fan J, et al. Cerebral ischemia/reperfusion injury induces airway mucus hypersecretion in rats and activates IL-13-associated inflammatory mechanisms. Mol Med Rep. 2017;16(5):7577–84. https://doi.org/10.3892/mmr.2017.7516
- Sung CY, Lee TH, Chu NS. Bronchorrhea following stroke. Eur Neurol. 2012;67(1):57–62. https://doi.org/10.1159/000334099
- Smithard DG, Yoshimatsu Y. Pneumonia, Aspiration Pneumonia, or Frailty-Associated Pneumonia? Geriatrics. 2022;7(5):115. https://doi.org/10.3390/geriatrics7050115
- de Jonge JC, van de Beek D, Lyden P, Brady MC, Bath PM, van der Worp HB, et al. Temporal Profile of Pneumonia After Stroke. Stroke. 2022;53(1):53–60. https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.120.032787
- Liu Z-Y, Wei L, Ye R-C, Chen J, Nie D, Zhang G, et al. Reducing the incidence of stroke-associated pneumonia: an evidence-based practice. BMC Neurol. 2022;22(1):297. https://doi.org/10.1186/s12883-022-02826-8