Bayangkan ketika obat yang biasanya bisa menyembuhkan infeksi, tiba-tiba tidak lagi bekerja. Demam tak kunjung reda, luka semakin parah, dan dokter harus mencari alternatif obat lain yang lebih kuat untuk mengatasi infeksi bakteri. Kondisi ini bukan sekadar cerita fiksi, tetapi nyata terjadi akibat fenomena resistansi antimikroba atau yang lebih sering dikenal dengan istilah antibiotic resistance.
Apa Itu Resistansi Antimikroba?
Resistansi antimikroba atau yang sering dikenal dengan antimicrobial resistance (AMR) adalah kondisi ketika bakteri mengalami perubahan sehingga obat-obatan yang pada dasarnya efektif menjadi tidak mempan lagi. Salah satu yang paling sering terjadi adalah resistansi bakteri terhadap antibiotik. Resistansi tidak hanya terjadi pada bakteri saya, namun juga dapat terjadi pada virus, parasit, maupun jamur.
Menurut WHO, AMR adalah ancaman kesehatan global karena bisa membuat penyakit ringan berubah menjadi berbahaya karena beresiko mematikan dan menyebar ke individu lainnya. Ketika antibiotik tidak lagi bekerja, maka tindakan medis seperti operasi besar, kemoterapi, hingga perawatan intensif akan menghadapi risiko yang jauh lebih tinggi (World Health Organization, 2024).
Mengapa Bisa Terjadi?
Penggunaan Antibiotik Berlebihan
Banyak orang masih menggunakan antibiotik untuk penyakit yang sebenarnya disebabkan oleh virus, seperti flu atau batuk. Padahal, antibiotik tidak bekerja melawan virus. Penggunaan yang tidak tepat ini justru memberi kesempatan bakteri untuk beradaptasi dan menjadi kebal (World Health Organization, 2024).
Tidak Menghabiskan Obat Sesuai Resep
Sering kali pasien berhenti minum antibiotik ketika merasa lebih baik. Sayangnya, dosis yang dibutuhkan untuk menonaktifkan atau mematikan bakteri belum tercapai. Sehingga bakteri membentuk diri untuk bertahan dan bermutasi, juga akan lebih sulit diatasi pada infeksi berikutnya (Murray et al., 2022).
Penggunaan pada Hewan Ternak
Saat ini banyak antibiotik yang tidak hanya dipakai untuk manusia, tetapi juga dalam industri peternakan untuk mempercepat pertumbuhan hewan. Sisa antibiotik ini dapat masuk ke rantai makanan dan berkontribusi pada penyebaran bakteri resisten ke manusia (Laxminarayan et al., 2020).
Kurangnya Inovasi Obat Baru
Perkembangan mutasi bakteri seiring waktu semakin cepat, namun tidak sejalan dengan perkembangan inovasi jenis antibotik terbaru. Hal ini dikarenakan membutuhkan waktu untuk penelitian lebih lanjut. Saat ini, hanya sedikit antibiotik baru yang berhasil dikembangkan, sehingga pilihan terapi semakin terbatas (O’Neill, 2016).
Dampak Nyata di Dunia
AMR bukan ancaman masa depan lagi, melainkan sudah terjadi sekarang. Studi global menemukan bahwa pada tahun 2019, 4,95 juta kematian berhubungan dengan infeksi akibat resistansi antimikroba, dengan 1,27 juta kematian langsung disebabkan oleh AMR (Murray et al., 2022).
Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan juga menunjukkan adanya peningkatan kasus infeksi yang sulit diobati akibat resistansi antibiotik, terutama di rumah sakit (Kementerian Kesehatan RI, 2023).
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Meski terdengar menakutkan, ada langkah-langkah sederhana yang bisa membantu mencegah penyebaran AMR, seperti:
- Gunakan antibiotik hanya dengan resep dokter.
- Habiskan antibiotik sesuai aturan meski gejala sudah hilang.
- Hindari berbagi obat dengan orang lain.
- Terapkan pola hidup bersih dan sehat (cuci tangan, konsumsi makanan bergizi, vaksinasi).
Antibiotik adalah “senjata” penting dalam dunia medis, tapi jika tidak digunakan dengan bijak, senjata ini bisa tumpul. Resistansi antimikroba adalah masalah bersama yang membutuhkan kolaborasi antara masyarakat, tenaga medis, pemerintah, dan dunia penelitian. Jadi, mulai sekarang, mari gunakan antibiotik dengan cerdas agar tidak ada lagi obat yang tidak mempan, sehingga tingkat kesembuhan infeksi meningkat.
Layanan Farmasi di RSUI
Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Depok menyediakan layanan farmasi yang lengkap dan terpercaya untuk mendukung kebutuhan obat serta terapi pasien. Dengan tenaga farmasis profesional dan fasilitas modern, layanan farmasi RSUI memastikan keamanan, ketepatan, dan kualitas obat sesuai standar medis terkini.
📍 Alamat: Rumah Sakit Universitas Indonesia
Jl. Prof. DR. Bahder Djohan, Pondok Cina, Beji, Depok, Jawa Barat
📧 Email: rsui@ui.ac.id
📞 Telepon: (021) 50829292
📱 WhatsApp: 0811 9113913
Referensi
- Laxminarayan, R., Matsoso, P., Pant, S., Brower, C., Rottingen, J.A., Klugman, K. & Davies, S. (2016) Access to effective antimicrobials: a worldwide challenge. The Lancet, 387(10014), pp.168–175. Available at: https://doi.org/10.1016/S0140-6736(15)00474-2
- Murray, C.J.L. et al. (2022) Global burden of bacterial antimicrobial resistance in 2019: a systematic analysis. The Lancet, 399(10325), pp.629–655. Available at: https://doi.org/10.1016/S0140-6736(21)02724-0
- O’Neill, J. (2016) Tackling drug-resistant infections globally: final report and recommendations. Review on Antimicrobial Resistance. Available at: https://amr-review.org/sites/default/files/160518\_Final%20paper\_with%20cover.pdf
- World Health Organization (2024) Antimicrobial resistance. Available at: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/antimicrobial-resistance
- Kementerian Kesehatan RI (2023) Pedoman Pengendalian Resistansi Antimikroba di Rumah Sakit. Available at: https://kesmas.kemkes.go.id