Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang berperan penting bagi tubuh, utamanya sebagai zat pembangun tubuh. Semua sel dan jaringan yang ada di tubuh kita mengandung protein, oleh karena itu protein sangat penting untuk pertumbuhan, perbaikan sel-sel dan jaringan tubuh yang rusak, serta mempertahankan fungsi tubuh agar dapat berjalan dengan baik.
Di era pandemi COVID-19 saat ini, nutrisi (termasuk pula) hidrasi yang tepat, sangatlah penting. Orang yang makan makanan seimbang cenderung lebih optimal dalam kesehatannya, dengan sistem kekebalan yang lebih kuat serta risiko penyakit kronis dan penyakit menular yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, misalnya tinggi lemak atau tinggi karbohidrat serta kalori yang tidak adekuat, baik berlebih maupun kurang. Protein menjadi salah satu zat gizi yang berperan dalam membentuk antibodi untuk melawan infeksi. Kekurangan protein berakibat pada terjadinya gangguan fungsi sistem kekebalan tubuh.
Berdasarkan Data Survei Konsumsi Makanan Individu tahun 2014, secara nasional rerata asupan protein remaja sebesar 59,8 gram per hari, lebih rendah dibandingkan rerata AKP (angka kecukupan protein) yaitu sebesar 67 gram. Hal yang sama juga terjadi pada penduduk usia >55 tahun, yang rerata asupan proteinnya sebesar 55,9 gram per hari, lebih rendah dibandingkan rerata AKP untuk penduduk usia tersebut yaitu sebesar 59,9 gram.
Oleh sebab itu, bagaimana caranya untuk mengoptimalkan asupan protein harian kita? Berikut ini beberapa tipsnya:
1. Hitung kebutuhan proteinmu dalam sehari
Angka kebutuhan protein tiap individu sebenarnya berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, berat badan, dan aktivitas fisik. Namun jika diperkirakan, kebutuhan protein rata-rata tiap individu yaitu 0,8 –1 g/kgBB atau sekitar 15–20% dari kebutuhan kalori per harinya. Kebutuhan ini dapat menjadi lebih besar pada kondisi tertentu, misalnya saat seseorang sedang sakit, menjalani pemulihan luka atau pada atlet untuk meningkatkan massa ototnya. Selain itu, kebutuhan ini juga dapat menjadi lebih kecil pada pasien dengan kondisi klinis tertentu misalnya gangguan fungsi ginjal yang belum masuk fase dialisis dan utamakan konsumsi protein yang bernilai biologis tinggi.
2. Catat konsumsi proteinmu dalam satu hari
Pencatatan konsumsi protein ini dapat membantu kita untuk memiliki dasar dan melihat apakah konsumsi protein kita sudah mencukupi kebutuhan. Saat ini sudah banyak tersedia kalkulator makanan online yang dapat memperkirakan jumlah protein yang kita konsumsi. Sebelum mencatat, biasanya aplikasi akan meminta kita untuk mengisi data berat badan, tinggi badan, usia, jenis kelamin, dan tingkat aktivitas fisik untuk kemudian dapat memperkirakan kebutuhan protein yang nantinya akan dibandingkan dengan catatan konsumsi makanan kita dalam satu hari.
3. Pilih cemilan yang kaya protein
Cemilan biasanya sering dikaitkan dengan makanan yang tinggi gula atau tinggi lemak. Namun jika kita dapat memodifikasinya, cemilan dapat diubah menjadi makanan yang kaya akan nutrisi. Misalnya roti tawar yang biasanya disajikan dengan meses dan margarin, bisa dimodifikasi dengan mengganti isian roti dengan telur atau selai kacang yang lebih banyak mengandung protein. Contoh cemilan lain misalnya keripik kentang yang tinggi lemak, dapat diganti dengan kacang almond panggang yang mengandung protein dan lemak yang tidak jenuh. Namun, juga perlu diperhatikan seberapa banyak kita mengonsumsinya. Selain itu, kita juga perlu lebih teliti melihat informasi nilai gizi makanan sebelum membeli. Dengan membandingkan informasi nilai gizi, kita bisa memilih salah satu dari produk-produk sejenis yang mengandung protein lebih tinggi (misalnya memilih jenis yogurt dengan kandungan protein yang lebih tinggi).
4. Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi
Lauk pauk terdiri dari pangan sumber protein hewani dan pangan sumber protein nabati. Contoh sumber protein hewani diantaranya daging sapi, daging ayam, ikan termasuk seafood, telur dan susu serta hasil olahannya. Sementara sumber protein nabati meliputi kacang-kacangan dan hasil olahnya seperti kedelai, tahu, tempe, kacang hijau, dan kacang tanah. Kedua jenis sumber protein ini memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Pangan hewani mengandung asam amino yang lebih lengkap dan mempunyai mutu zat gizi protein, vitamin dan mineral yang lebih baik, karena kandungan zat-zat gizi tersebut lebih banyak dan mudah diserap tubuh. Namun beberapa jenis pangan hewani mengandung kolesterol yang cukup tinggi (kecuali ikan) dan lemak. Pangan protein nabati mempunyai keunggulan mengandung proporsi lemak tidak jenuh yang lebih banyak. Namun kualitas protein dan mineralnya lebih rendah dibandingkan pangan protein hewani. Oleh karena itu, kita dapat mengombinasikan kedua jenis sumber protein ini untuk mendapatkan manfaat yang lebih banyak bagi kesehatan.
5. Hindari metode pemasakan dengan suhu yang sangat tinggi
Kandungan protein dapat berkurang setelah mengalami proses pemasakan. Semakin tinggi suhu yang digunakan mengakibatkan kadar protein pada bahan pangan semakin menurun. Terdapat sebuah penelitian yang membandingkan dua proses pemasakan (penggorengan dan perebusan) dengan penurunan kadar protein. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada proses penggorengan, penurunan kadar protein lebih besar dibandingkan dengan perebusan. Penggunaan suhu yang sangat tinggi yaitu sekitar 180–300⁰ C pada penggorengan akan menyebabkan kerusakan yang cukup besar atau bisa menurunkan nilai gizi protein. Oleh karena itu, sebaiknya pilih proses pemasakan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi atau menggunakan minyak dengan jumlah yang sedikit, misalnya dengan cara ditumis, dikukus, dipanggang, atau direbus. Penggunaan minyak pun juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kebutuhan lemak dalam sehari.
Selain lauk-pauk, jangan lupa pula untuk mengonsumsi makanan pokok, sayuran, dan buah-buahan sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Kualitas dan kelengkapan zat gizi dipengaruhi oleh keragaman jenis pangan yang kita konsumsi. Semakin beragam jenis pangan yang dikonsumsi semakin mudah untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Jika ingin mengetahui lebih lanjut terkait jumlah kebutuhan gizi Anda untuk dapat memiliki kesehatan yang optimal, silakan berkonsultasi dengan Tim Gizi RSUI yang memberikan layanan kolaboratif dokter Spesialis Gizi Klinik dan ahli gizi RSUI, untuk menentukan diet yang tepat sesuai kondisi kesehatan Anda.
Referensi:
- Persatuan Ahli Gizi Indonesia dan Asosiasi Dietisien Indonesia. 2019. Penuntun Diet dan Terapi Gizi Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
- Demetriades, O., 2017. Eight ways to increase your protein intake. [online] Spoon University. Available at: <https://spoonuniversity.com/how-to/eight-ways-to-increase-your-protein-intake> [Accessed 6 August 2021].
- Emro.who.int. 2021. WHO EMRO | Nutrition advice for adults during the COVID-19 outbreak | COVID-19 | Nutrition site. [online] Available at: <http://www.emro.who.int/nutrition/news/nutrition-advice-for-adults-during-the-covid-19-outbreak.html> [Accessed 6 August 2021].
- Kementerian Kesehatan. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Kementerian Kesehatan
- Nutrition.org.uk. 2021. Protein - British Nutrition Foundation. [online] Available at: <https://www.nutrition.org.uk/nutritionscience/nutrients-food-and-ingredients/protein.html> [Accessed 6 August 2020].
- Siswanto et.al. 2014. Buku Studi Diet Total: Survei Konsumsi Makanan Individu Indonesia 2014. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
- Sundari, D. and Lamid, A., 2015. Pengaruh proses pemasakan terhadap komposisi zat gizi bahan pangan sumber protein. [online] Media.neliti.com. Available at: <https://media.neliti.com/media/publications/20747-ID-pengaruh-proses-pemasakan-terhadap-komposisi-zat-gizi-bahan-pangan-sumber-protei.pdf> [Accessed 9 August 2021].
Sumber foto: freepik.com