(021) 50829292 (IGD) (021) 50829282 Pencarian

Kenali Skrining Hipotiroid Kongenital pada Bayi Baru Lahir

Memiliki calon bayi yang lahir dengan sehat dan sempurna merupakan impian dari setiap orangtua. Ada banyak pemeriksaan yang dilakukan saat bayi baru lahir. Salah satu deteksi dini yang dilakukan pada bayi baru lahir adalah skrining hipotiroid kongenital. Hipotiroid kongenital adalah kelainan akibat kekurangan hormon tiroid yang terjadi sejak dalam kandungan.

Kejadian hipotiroid kongenital mencapai 1: 3000 kelahiran di seluruh dunia. Indonesia belum memiliki angka kejadian hipotiroid kongenital yang pasti. Penelitian di RSCM pada tahun 2000-2014 menemukan rasio kejadian hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir yang diskrining mencapai 1: 2135 kelahiran (lebih tinggi dibandingkan angka rasio global). Bila angka kelahiran anak di Indonesia mencapai 5 juta/tahun, terdapat lebih dari 2000 bayi baru lahir yang menderita hipotiroid kongenital per tahun dan akan terakumulasi setiap tahunnya. Angka yang tinggi tersebut dapat berakibat munculnya generasi penerus dengan kurangnya kualitas SDM pembangunan dan kerugian bagi bangsa dan negara.

Hormon tiroid memiliki peran sangat penting dalam hal metabolisme (metabolisme protein, lemak, karbohidrat) dan aktivitas fisiologik hampir seluruh organ tubuh manusia. Kekurangan atau kelebihan hormon ini akan menimbulkan gangguan pada beberapa proses metabolisme dan aktivitas fisiologik yang akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berbagai jaringan termasuk sistem saraf dan otak. Hormon ini disekresi oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin murni terbesar dalam tubuh manusia yang terletak di leher bagian depan dan terdiri dari 2 bagian (lobus kanan dan lobus kiri) yang menyatu pada bagian tengah seperti kupu-kupu.  Kelenjar ini mengeluarkan hormon tiroid (hormon tiroksin, T4 dan triidotironin, T3) yang diatur melalui mekanisme umpan balik bersama thyroid stimulating hormone (TSH).

Hipotiroid kongenital adalah kelainan akibat kekurangan hormon tiroid yang terjadi sejak dalam kandungan. Kekurangan hormon tiroid akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode emasnya, yaitu periode pembentukan jaringan otak dan pertumbuhan pesat yang terjadi pada masa kehamilan hingga tiga tahun pertama kehidupan. Malnutrisi, perawakan pendek, keterlambatan perkembangan dan retardasi mental merupakan beberapa akibat yang dapat timbul pada hipotiroid kongenital. Pada kasus dengan keterlambatan penemuan dan pengobatan dini, anak akan mengalami retardasi/keterbelakangan mental dengan kemampuan IQ di bawah 70. Hal ini akan berdampak serius pada masalah sosial anak. Anak tidak mampu beradaptasi di sekolah formal dan menimbulkan beban ganda bagi keluarga. Hipotiroid kongenital dapat terjadi sementara atau menetap, tetapi kerusakan otak yang terjadi tidak dapat dikembalikan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM dan RSHS, sebanyak 70% diagnosis hipotiroid kongenital baru diketahui pada anak usia di atas 1 tahun. Pada pada usia tersebut, gangguan pada otak yang terjadi sudah permanen dan mengalami gangguan pertumbuhan yang sudah tidak dapat dikembalikan. Keterlambatan diagnosis ini dikarenakan anak yang menderita hipotiroid kongenital, jarang memperlihatkan gejala klinis pada awal kehidupan.  Pada penelitian yang sama juga ditemukan kurang dari 5% yang bisa dikenali sebelum usia 3 bulan dan dengan pengobatan dapat meminimalkan keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan.

Bila hipotiroid kongenital ini bisa diketahui sedini mungkin, pemberian terapi pengganti hormon dapat segera diberikan. Pemberian terapi yang tepat sebelum anak berusia 1 bulan, dapat mencegah kerusakan yang terjadi sehingga tumbuh kembang anak dapat optimal seperti anak sehat lainnya. Pemeriksaan hormon tiroid ini dapat dilakukan sejak anak usia 2 hari dengan memeriksakan kadar TSH neonatus melalui program Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK). Program SHK pertama kali dimulai pada tahun 1972 di Amerika Utara. Di Indonesia sendiri, pemerintah sudah memulai program skrining ini pada tahun 2008 di 8 provinsi, yakni Sumbar, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Bali dan Sulsel. Kebijakan Kemenkes untuk perluasan cakupan skinning dilakukan secara bertahap dan diharapkan seluruh provinsi sudah dapat menyelenggarakan SHK pada bayi baru lahir. 

Walaupun program skining ini sudah mulai dilakukan oleh pemerintah, tetapi angka cakupan skrining hipotiroid kongenital di Indonesia masih rendah yakni kurang dari 2 %. Rendahnya cakupan skrining ini akibat kurangnya fasilitas laboratorium yang dapat menyediakan pemeriksaan serta sosialisasi dan keprihatinan dari masyarakat, kepala daerah dan fasilitas Kesehatan yang ada.

Dengan adanya pemahaman dan kepedulian mengenai pentingnya skrining hipotiroid kongenital pada masyakarat, diharapkan cakupan skrining hipotiroid kongenital akan semakin meningkat dan lebih banyak anak-anak yang mendapatkan pengobatan optimal sedini mungkin.  Hal ini akan berdampak besar bagi tumbuh kembang seorang anak diharapkan kelak menjadi generasi penerus bangsa Indonesia yang sehat, cerdas, dan berguna bagi keluarga, masyarakat dan negara.

Apabila Bunda memiliki pertanyaan terkait pertumbuhan dan perkembangan dapat berkonsultasi lebih lanjut ke klinik tumbuh kembang anak di RSUI.

Salam Sehat.

Referensi:

  1. Rustama DS, Soeggoro EP, Tridjaja B, Roeslani R, Timan IS, Rosilawati NE, dkk. Pedoman skrining hipotiroid kongenital. Edisi Revisi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Ri;2014.h.13-71
  2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Permenkes RI no.78/MenKes/Per/X/2014 tentang skrining hipotiroid kongenital. 2014.h.6-37

Source foto: https://www.freepik.com/