(021) 50829292 (IGD) (021) 50829282 Pencarian

Mitos dan Fakta mengenai Lupus

Apa yang pertama kali anda pikirkan ketika mendengar kata lupus? Banyak sekali simpang siur yang beredar di masyarakat mengenai lupus. Banyak dari kita yang mendengar bahwa lupus adalah penyakit kutukan dan menular sehingga banyak penderita lupus yang dijauhi oleh masyarakat. Padahal kabar yang beredar tidaklah selalu benar. Pada artikel kali ini, marilah kita membahas mengenai mitos dan fakta yang beredar mengenai penyakit lupus. Sebelum kita membahas mengenai mitos dan fakta, ada baiknya kita pahami dan ketahui terlebih dahulu apa dan bagaimana gejala dari penyakit lupus itu.

Apakah itu lupus? Seperti apa gejala lupus?

Lupus atau biasa dikenal Systemic Lupus Erythematosus merupakan penyakit reumatik autoimun yang menyerang berbagai macam organ dan memiliki berbagai macam gejala. Penyakit ini disebabkan oleh kesalahan sistem imun dalam mengenali sel tubuh kita yang dianggap sebagai musuh. Penyebab pasti dari lupus masih belum jelas. Namun, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, lupus diketahui terjadi akibat berbagai macam faktor. Tidak terdapat faktor tunggal yang menjadi tersangka utama dalam terjadinya penyakit ini. Faktor keturunan, lingkungan, dan hormonal menjadi tiga kombinasi yang menyebabkan sistem imun tidak dapat mengenali yang mana teman dan yang mana lawan.

Gejala penyakit lupus paling sering ditemui adalah nyeri sendi yang tidak kunjung sembuh, ada ruam merah berbentuk kupu-kupu wajah, sariawan yang tidak kunjung sembuh namun tidak nyeri, hingga kejang. Masih banyak gejala yang dapat timbul oleh penyakit lupus. Oleh karenanya,  penyakit lupus seringkali disebut sebagai penyakit 1001 wajah. Simpang siur yang beredar di masyarakat menyebabkan banyak mitos mengenai penyakit ini. Berikut akan kita bahas mitos mengenai penyakit lupus:

Lupus adalah Penyakit Kutukan dan Penyakit Menular

Penyakit kutukan merupakan istilah yang sering kita dengar pada penyakit kudis dan kusta. Tak terkecuali istilah tersebut tersematkan pada penyakit lupus. Banyak penderita lupus yang terdiskriminasi atas istilah tersebut. Belum lagi, penyakit ini dianggap merupakan penyakit menular. Padahal penyakit lupus bukanlah penyakit menular. Namun, penyakit ini dapat diturunkan oleh orang tua. Namun, sekali lagi perlu diingat terjadinya lupus memerlukan kombinasi dari faktor keturunan, faktor lingkungan, dan faktor hormon. Sehingga faktor keluarga tidak menjadi satu-satunya tersangka utama terjadinya penyakit lupus.

Penderita Lupus Tidak Mungkin Hamil

Seiring perkembangan teknologi, sudah banyak studi yang mempelajari mengenai kehamilan pada pasien lupus. Pasien lupus dapat hamil dan diperbolehkan untuk hamil. Namun, tentunya pasien lupus yang ingin hamil harus melakukan perencanaan terlebih dahulu. Pasien lupus dapat merencanakan kehamilan setelah minimal 6 bulan berada pada fase remisi atau terkontrolnya penyakit lupus. Hal ini berkaitan dengan prognosis yang lebih baik bagi ibu dan janin. Obat-obatan pada pasien lupus yang hamil pun perlu disesuaikan. Selain itu, gangguan pada kehamilan mungkin saja terjadi dari sisi ibu maupun janin. Gangguan yang dapat terjadi adalah gangguan pembekuan darah dan gangguan aliran plasenta pada janin. Oleh karenanya, lakukanlah konsultasi sebelum, sesaat, dan setelah kehamilan pada reumatolog. Sehingga baik penyakit maupun kondisi kehamilan dapat berjalan dengan baik.

ANA Test Positif Pasti Lupus

Pemeriksaan ANA test merupakan pemeriksaan yang banyak dikaitkan dan terkenal digunakan untuk penyakit autoimun. Hasil ANA test positif tidak selalu menyatakan bahwa seseorang memiliki penyakit lupus maupun autoimun. Pemeriksaan ANA test positif dapat terjadi 5% hingga 15% pada orang normal. Begitu pula hasil pemeriksaan ini dapat positif akibat penggunaan obat-obat tertentu atau kondisi lainnya misalnya infeksi. Oleh karenanya, janganlah panik ketika melihat hasil ANA test positif. Dalam mendiagnosis suatu penyakit autoimun, banyak pertimbangan sebelum mendiagnosis hingga melakukan tatalaksana. Pemeriksaan klinis dan laboratorium akan dilakukan dan dianalisis oleh dokter sebelum mendiagnosis penyakit lupus maupun autoimun lain.

Lupus dapat Disembuhkan

Isu yang beredar bahwa penderita lupus dapat sembuh sebenarnya kurang tepat. Penyakit ini merupakan penyakit reumatik autoimun yang membutuhkan pengobatan jangka panjang. Tujuan dari pengobatan lupus bukanlah untuk kesembuhan total. Sebagai penyakit kronik, tujuan dari pengobatan adalah diharapkan gejala lupus menjadi membaik, kerusakan organ dapat dicegah, dan kualitas  hidup pasien menjadi lebih baik. Target dari pengobatan lupus sendiri adalah pasien dapat mencapai remisi. Remisi merupakan keadaan aktivitas penyakit yang tidak atif dan terkontrol dengan baik. Aktivitas penyakit pada lupus dapat dinilai dengan menggunakan skor SLEDAI. Menurut European League Against Rheumatisms (EULAR), remisi ditandai dengan:

  • skor SLEDAI sama dengan 0
  • dengan atau tanpa penggunaan obat hidroksiklorokuin, dan
  • tanpa menggunakan obat steroid.

Dalam prakteknya mungkin cukup sulit untuk mencapai remisi sehingga target pengobatan adalah aktivitas penyakit rendah (lupus low disease activity state/LLDAS). LLDAS ditandai dengan:

  • Skor SLEDAI kurang  atau sama dengan 4
  • Tidak ada gejala penyakit yang baru jika dibandingkan evaluasi sebelumnya
  • Penggunaan obat hidroksiklorokuin
  • Penggunaan obat steroid dengan dosis setara prednisolon di bawah 7,5 mg perhari, dan
  • Penggunaan imunosupresan dengan dosis stabil dan toleransi baik.

Selain penggunaan obat-obatan, pasien lupus harus dijelaskan mengenai lupus dan organ yang terlibat pada pasien, pola hidup sehat seperti aktivitas fisik dan olahraga dan nutrisi, edukasi terkait kesehatan perempuan, hal – hal yang harus dihindari, pemantauan ke dokter, dan mengenali gejala-gejala kekambuhan.

Referensi:

REFERENSI

  1. Sumariyono et al. (2019) Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik, Perhimpunan Reumatologi Indonesia. doi: 10.2307/3460461
  2. Fanouriakis, A. et al. (2019) ‘2019 Update of the EULAR recommendations for the management of systemic lupus erythematosus’, Annals of the Rheumatic Diseases, 78(6), pp. 736–745. doi: 10.1136/annrheumdis-2019-215089.
  3. Serra-García, L., Barba, P. J. and Morgado-Carrasco, D. (2021) ‘RF-2019 Classification Criteria for Systemic Lupus Erythematosus’, Actas Dermo-Sifiliograficas, 71(9), pp. 1400–1412. doi: 10.1016/j.ad.2020.04.021.